Rabu, 23 April 2014

Teams Games Tournament (TGT)



      A.     PENGERTIAN PEMBELAJARAN TGT
Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja dalam tim (sama dengan TPS).
Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, di mana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

      B.     HAKEKAT MODEL TEAMS GAME TOURNAMENT
Menurut Hopkins (Noornia, 1997:14) Teams-Games Tournament (TGT) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif di mana setelah siswa belajar secara individual, untuk selanjutnya dalam kelompok masing-masing anggota kelompok. Mengadakan turnamen atau lomba dengan anggota kelompok lainnya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
TGT memunculkan adanya kelompok dan kerjasama dalam belajar. Di samping itu, terdapat persaingan antar individu maupun antar kelompok. Dalam TGT, siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda dijadikan dalam sebuah tim yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Sebagai salah satu model pembelajaran kooperatif TGT sangat mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus membedakan adanya perbedaan status, melibatkan siswa sebagai tutor sebaya, dan adanya unsur reinforcement.
Kemudahan penerapan TGT ini disebabkan dalam pelaksanaanya tidak adanya fasilitas pendukung yang harus tersedia seperti peralatan atau ruangan khusus. Selain mudah diterapkan dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok membuat soal dan jawabannya, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama. Sedangkan untuk memotivasi belajar siswa dalam TGT terdapat unsure reinforcement. Secara sistematis penerapan model TGT meliputi empat langkah yaitu: apersepsi, orientasi, turnamen, dan refleksi.
Penerapan pembelajaran kooperatif model TGT memang sangat penting, karena TGT sebagai bagian dari metode pembelajaran dalam KBK mampu memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi jika dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Berikut tinjauan dari konsep kompetensi yang disebutkan Gordon (Mulyasa, 2002:38-39):
1.      Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam aspek kognitif, dengan menggunakan TGT pengetahuan siswa mengenai materi pelajaran akan lebih mendalam karena dalam TGT ada unsur tutor sebaya.
2.      Pemahaman (understanding); yaitu kedalam kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Di samping memahami meteri pelajaran dengan TGT siswa juga dilatih untuk memahami perasaan orang lain.
3.      Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kompetensi ini dapat dengan mudah diperoleh siswa, karena dalam TGT mengembangkan banyak kompetensi diantaranya membuat pertanyaan dan menjelaskan kepada siswa lain.
4.      Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Kompetensi ini pada TGT terkandung dalam kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
5.      Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang akan datang dari luar. Kompetensi sikap diperoleh siswa karena dalam TGT siswa belajar dengan kelompok masing-masing tanpa ada tekanan dari guru, sehingga siswa merasa senang dan santai.
6.      Minat (interest); adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran.

         C.     PERBEDAAN TGT DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LAIN
Secara umum, terdapat beberapa hal yang membedakan model pembelajaran tipe TGT dengan model pembelajaran lain. Hal-hal yang membedakannya tersebut dikemukakan sebagaimana berikut ini.
1.      Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
2.      Adanya akuntabilitas individul yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
3.      Kelompok belajar heterogen baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling menghargai satu sama lain.
4.      Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
5.      Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
6.      Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakuakan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
7.      Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
8.      Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).


        D.     KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN TGT
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan, yaitu:
1.      Tahap penyajian kelas (class precentation),
2.      Belajar dalam kelompok (teams),
3.      Permainan (games),
4.      Pertandingan (tournament),
5.      Perhargaan kelompok ( team recognition).
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri – ciri sebagai  berikut.
1.      Siswa Bekerja Dalam Kelompok – Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.

2.      Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing – masing ditempatkan dalam meja – meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu – kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh  terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap  peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.

3.      Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing – masing anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata – rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut.

        E.      INDIKATOR/LANGKAH-LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN TGT
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode TGT sebagai berikut:
1.      Kelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri dari tiga disampaikan dengan lima orang. Anggota-anggota kelompok dibuat heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal ekonomi, motivasi belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang etnis yang berbeda.
2.      Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data, pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
3.      Pemahan konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut.
4.      Siswa memainkan pertandingan-pertandingan akademik dalam tournament mingguan dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama lain. Pertandingan individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.
5.      Hasil pertandingan selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok.
6.      Setelah itu guru memberikan pernghargaan kepada kelompok yang terbaik prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain.

Gagasan utama dibalik model TGT adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.

       F.      KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN MODEL TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif,  yaitu:
1.      Kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
2.      Kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
3.      Individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
1.      Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
2.      Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3.      TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
4.      TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5.      Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
6.      TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
Sebagai metode pembelajaran tentunya pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa ahli (Depdiknas, 2002:10) menegaskan dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1.      Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2.      Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3.      Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4.      Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan siswa (student center)
5.      Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6.      Rasa harga diri lebih tinggi
7.      Memperbaiki sikap terhadap IPS dan sekolah
8.      Memperbaiki kehadiran motivasi belajar tinggi
9.      Motivasi berlajar tinggi
10.  Hasil belajar lebih tinggi
11.  Retensi lebih lama
12.  Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Sedangkan Sudjana (2000:70) menyatakan beberapa kelemahan pembelajaran kooperatif adalah:
1.      Bagi guru
a.       Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan haterogen dari segi prestasi akademis
b.      Waktunya yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga siswa melewati waktu yang sudah ditetapkan

2.      Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang mempunyai kesempatan untuk memberi penjelasan kepada siswa lain kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan.
Melalui model pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti empati dan respek terhadap jawaban atau pertanyaan diajukan oleh siswa lain. Guru harus terfokus pada kecakapan komunikasi, bukan topik masalah yang dikemukakannya melainkan siswa diberi kesempatan yang sama untuk melatih kecakapan komunikasinya dalam bentuk pertanyaan kepada siswa lain dalam satu kelompok guna menghidupkan suasana pembelajaran kooperatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar