Selasa, 27 Maret 2012

TEORI AUSUBEL


BAB I
PENDAHULUAN

A.                LATAR BELAKANG

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, salah satu usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan memahami bagaimana anak didik kita belajar. Dalam mencapai tujuan tersebut maka terlebih dahulu kita harus mengetahui teori belajar itu sendiri. Teori ini bukan hanya penting, melainkan vital bagi psikologi dan pendidikan untuk dapat maju atau berkembang, dan memecahkan masalah – masalah yang ditemukan dalam setiap bidang itu.
Maya untuk pertama kali masuk sekolah. Ibu guru menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum lagi dua minggu berlalu, maya minta diantarkan ke sekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia akan menjadi guru bila sudah besar.Seorang mahasiswa fakultas sastra diberitahu oleh dosennya, bahwa ia mempunyai bakat mengarang. Ia mulai mengisi majalah kampus, dan setelah dua tahun ia telah menyelesaikan naskah pertamanya.
Setiap uraian belajar yang dikemukakan di atas yang merupakan belajar yang dapat berlangsung di sekolah dan di sekitar sekolah adalah berbagai contoh dari belajar. Belajar terjadi kerap kali dan dimana saja.
Banyak definisi yang diberikan tentang belajar. Dalam makalah ini hanya satu definisi belajar yang kami kemukakan yaitu teori belajar Ausubel, yaitu suatu definisi yang kelihatannya sederhana, tetapi dengan memberikan penjelasan  tentang komponen – komponen yang terdapat didalamnya, mudah – mudahan definisi itu akan menjadi lebih berarti dan bermakna.

B.                RUMUSAN MASALAH

1.             Sebutkan apa saja indikator yang menjadi fokus menurut teori Ausubel?

2.             Bagaimana penerapan teori ausubel dalam mengajar? 

3.             Bagaimana skenario pembelajaran menurut teori Ausubel?


C.                TUJUAN

1.             Untuk mengetahui apa saja indikator yang menjadi fokus menurut teori Ausubel.

2.             Untuk memahami penerapan teori ausubel dalam proses pengajaran

3.             Untuk mengetahui contoh skenario pembelajaran menurut teori Ausubel



BAB II
DASAR TEORI


A.                Pengertian Belajar Menurut Ausubel

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupaun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi ,yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu continuum.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Maka, belajar penerimaan pun dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar penemuan rendah kebermaknaannya, dan merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.

B.                Prinsip dan Karakteristik belajar Menurut Ausubel

1.       Belajar Bermakna
Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1996). Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.
Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau cirri-ciri neron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru berakibatkan perubahan dan modifikasi subsume-subsumer yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka subsumer itu dapat relatif besar dan berkembang.

2.       Belajar Hafalan

Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, banyak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi hafalan. Lagi pula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan, jadi timbul pikiran pada para siswa untuk apa bersusah payah belajar secara bermakna.

Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakana. Suatu contoh pada, bahwa memang belajar hafalan yang terjadi pada anak-anak diberikan dalam buku Wiliam James yang berjudul Talks to Teachers.

C.                Langkah-langkah Pembelajaran

Sebelum dimulainya suatu proses belajar, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja yang telah diketahui siswa, sebab ini merupakan faktor dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Untuk itu perlu dibuat langkah-langkah pembelajaran agar tidak terjadi kerancuan dalam kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
1.         Menentukan tujuan pembelajaran.
2.         Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)
3.         Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4.         Menentukan topik-topik dan menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5.         Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.         Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

D.                Kegiatan Pembelajaran
   Hakikat belajar merupakan suatu aktivitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perceptual, dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Berikut merupakan bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran:
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melaui tahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dan sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.


E.                Faktor - faktor yang Mempengaruhi Belajar Bermakna

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demiklian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif  itu stabil, jelas, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul, dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut:
1.      Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
2.      Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Banyak siswa mengikuti pelejarn – pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada saat itu. Dalam pelajaran – pelajaran demikian materi pelajaran dipelajari secara hafalan.para siswa kelihatannya dapat memberikan jawaban yang benar tanpa menghubungkan materi itu pada aspek – aspek lain dalam struktur kognitif mereka.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor :
1.      Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
2.      Gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer ( materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui) dan substantif ( materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah arti ). Contoh dari nonarbitrer anak yang sudah mempelajari konsep – konsep segi empat dan bujur sangkar dapat memasukkan kedua konsep ini secara nonarbitrer ke dalam klasifikasi yang lebih luas, yaitu kuadrilateral ( persegi empat) , sebab sifat – sifat dari bentuk – bentuk bersegi empat akan cocok dengan konsep – konsep segi empat dan bujur sangkar yang sudah dipelajari. Selanjutnya contoh yang substantif suatu segi tiga ekilateral adalah segitiga yang mempunyai tiga sisi yang sama dapat diubah menjadi “ bila sebuah segitiga mempunyai semua sisi sama maka segitiga itu adalah segi tiga ekilateral”. Dengan mengubah urutan kata – kata, kita tidak mengubah artinya; pernyataan itu ekivalen.
Aspek kedua tentang kebermaknaan potensial adalah bahwa dalam struktur kognitif siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan pengalaman anak – anak, tingkat perkembangan mereka, intelegensi mereka, dan usia.isi pelajaran harus dipelajari secara hafalan, bila anak – anak itu tidak mempunyai pengalaman yang diperlukan mereka untuk mengatkan atau menghubungkan isi pelajaran itu.
Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu kedalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsure – unsure yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan materi baru secara nonarbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada maka materi itu walaupun dipelajari akan dipelajari secara hafalan.
F.                 Kelebihan dari belajar menurut teori Ausubel
Proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimiliknya dengan pengetahuan baru. Proses belajar aka terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna,yaitu:
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2.      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.      Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.




BAB III
PEMBAHASAN

1.             Sebutkan apa saja indikator yang menjadi fokus menurut teori Ausubel?
Berikut ini merupakan indikator-indikator yang menjadi fokus, diantaranya:
a.      Konsep yang telah dimiliki siswa
Sebelum dilakukan pembelajaran bermakna terlebih dahulu siswa harus telah menguasai atau memiliki konsep. Sehingga guru berperan dalam memberikan pengaturan awal yaitu berupa pengarahan akan materi yang akan dibahas dan membantu siswa untuk meningat kembali informasi yang berkaitan yang dapat digunakan dalam membantu proses penerimaan informasi baru. Suatu pengaturan awal dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru, sehingga dapat meningkatakan pemahaman siswa tentang berbagai macam materi yang akan disampaikan.
b.      Informasi baru untuk siswa
Agar belajar tersebut jadi lebih bermakana maka terdapat beberapa persyaratan dalam penyampaian informasi:
1)      Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
Maksudnya, materi yang disampaikan harus sesuai dengan konsep yang telah dipahami oleh siswa sebelumnya. Sebab jika tidak, maka akan belajar bermakna tidak akan terwujud. Untuk itu kebermaknaan materi pembelajaran secara potensial tergantung pada pada materi, yaitu materi harus memiliki kebermaknaan logis dan juga gagasan-gagasan yang harus relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa
2)      Siswa harus memiliki tujuan dan niat yang kuat
Saat penyampaian materi siswa tersebut harus memiliki kesiapan dalam menerima informasi. Siswa yang telah siap maka aka lebih mudah mencerna semua informasi yang akan disampaikan. Dan jika sampai terjadi kesulitan maka siswa tersebut akan mampu berusaha dalam mencari penyelesaiannya.
c.       Kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep
Inti dari belajar bermakna adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Sebab belajar itu bukan hanya dinilai dari hasil yang dicapai tetapi juga prosesnya. Belajar yang baik ialah belajar yang  melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Untuk itu tingkah laku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya serta pemahamannya situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
2.             Bagaimana penerapan teori ausubel dalam mengajar?

Berikut ini langkah – langkah menerapkan teori Ausubel dalam mengajar :
Ausubel mengatakan “ faktor yang paling penting mempengaruhi siswa belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Yakinilah ini dan ajarlah dia demikian”.
Pernyataan Ausubel tersebutlah yang menjadi inti teori belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :
a.         Pengatur awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru.
b.          Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep. Pengembangan konsep berlangsung paling baik,bila unsur-unsur yang paling umum diperkenalkan terlebih dulu, baru kemudian hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.
c.          Belajar Superordinat
Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu onsep yang lebih luas, lebih inklusif.
d.          Penyesuaian integratif
Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

3.             Bagaimana skenario pembelajaran menurut teori Ausubel?
Berikut ini merupakan deskripsi pembelajaran menurut teori Ausubel:
Di sebuah kelas X-2 saat pelajaran Kimia, Bu Bunga bertindak sebagai guru. Hari ini Bu Bunga akan menyampaikan materi tentang konfigurasi electron. Sebelum memulai pelajaran Bu Bunga mempersilahkan ketua kelas untuk memempin do’a sebelum pelajaran dimulai.
Setelah semua siswa siap, maka Bu Bunga memulai pelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini. Tujuan belajar hari ini adalah siswa mampu membuat konfigurasi elektron dari suatu unsur.
Sebelum masuk ke materi Bu Bunga menanyakan apa saja hal yang telah siswa ketahui sebelumnya tentang atom. Setelah itu Bu Bunga menanyakan sisiwa apa yang ia ketahui tentang Elektron. Setelah mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, ternyata Bu Bunga dapat menyimpulkan strategi apa yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Dikarenakan siswa belum pernah sama sekali dijelaskan tentang konfigurasi electron, maka Bu Bunga menjelaskan cara konfigurasi electron dengan metode kulit secara perlahan. Sebab materi ini merupakan materi dasar sebelum masuk ke materi Sistem Periodik Unsur. Bu Bunga memberi contoh dengan menggunakan unsure yang sederhana dulu, seperti Unsur H, He, Na, Mg, dan keunikan unsure Ca. Setelah itu Bu Bunga memberikan contoh dengan unsure yang lebih kompleks.
Setelah penyampaian materi dirasa cukup, maka Bu Bunga meminta siswanya untuk maju ke depan mengerjakan soal konfigurasi electron. Siswa juga diberi kesempatan untuk menanyakan hal yang tidak ia pahami. Bu Bunga memberi reward pada siswa yang berani maju untuk mengerjakan soal. Dan Bu Bunga juga membantu siswa yang belum mengerti tentang konsep ini.
Setelah itu, Bu Bunga sedikit membahas tentang elektron valensi dan keterkaitannya dalam menentukan periode dan golongan dari suatu unsur yang merupakan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Tak Lupa Bu Bunga memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan latihan soal tentang konfigurasi electron agar siswa dapat lebih mendalami materi tersebut.
Sebelum menutup pertemuan hari ini Bu Bunga dan  siswanya secara bersama mengambil kesimpulan dari hasil belajar hari ini. Dan sekali lagi memastikan siswanya apakah ada yang masih belum mengerti tentang materi konfigurasi elektron. Belajar hari ini ditutup dengan membaca do’a yang dipimpin oleh ketua kelas.












BAB IV
PENUTUP

A.            KESIMPULAN
Dari pembahasan yang ada dapat kami simpulkan bahwa :
1.      Berikut ini merupakan indikator-indikator yang menjadi fokus dalam teori Ausubel, diantaranya adalah :
a.       Konsep yang telah dimiliki siswa
b.      Informasi baru untuk siswa
1)      Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
2)      Siswa harus memiliki tujuan dan niat yang kuat
c.       Kemampuan siawa dalam mengaitkan konsep
2.      Berikut ini merupakan langkah-langkah dari deskripsi pembelajaran menurut teori Ausubel :
a.       Menentukan tujuan pembelajaran.
b.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)
c.       Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
d.      Menentukan topik-topik dan menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
e.       Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
f.       Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

1 komentar: