Sebenarnya aku merasa konyol menulis ini, tapi setidaknya setelah menulis ini aku berharap semua kekesalanku di masa lalu menghilang.
Aku punya seorang sahabat. Aku biasa manggil dia Ade dan itu membuat aku seolah-olah lebih tua daripada dia, padahal kalau aku sama dia bandingin akte kelahiran jelas-jelas dia lebih tua. Kadang mau ngikutin keluarganya manggil dia Enceng, tapi lidah rasanya keseleo kalau manggil dia kayak gitu.
Aku punya seorang sahabat. Aku biasa manggil dia Ade dan itu membuat aku seolah-olah lebih tua daripada dia, padahal kalau aku sama dia bandingin akte kelahiran jelas-jelas dia lebih tua. Kadang mau ngikutin keluarganya manggil dia Enceng, tapi lidah rasanya keseleo kalau manggil dia kayak gitu.
Aku
pertama ketemu sama dia waktu kelas 1 SD, di hari pertama kami mengenakan
seragam putih merah. Persahabatan kami berawal dari menjadi teman sebangku. Aku
masih ingat kalimat pertamanya untukku waktu itu. Kamu nangis, ya? Begitulah ucapan pertamanya saat melihat mataku
berkaca-kaca. Kalimatnya terkesan mengejek, tapi kalau kalian mendengar caranya
mengucapkan waktu itu, kalian pasti bakalan memikirkan hal yang sama denganku
yaitu dia tidak berniat mengejek sama sekali. Nadanya lebih terdengar khawatir.
Mungkin hari itu dia khawatir kalau orang-orang mengira dia yang membuatku
menangis kalau sampai air mataku memang keluar.
Bisa
dibilang si Ade ini temanku yang paling sabar. Tiap kali aku berulah, dia Cuma
tersenyum ataupun tertawa. Dia teman yang tak pernah membuatku merasa aku nggak
punya apa yang temanku punya. Saat aku tak punya buku paket, dia akan
menyediakan buku paketnya untuk ku gunakan. Sampai sempat suatu hari aku
menghilangkan buku paketnya, dan tau bagaimana reaksinya? Dia cuma diam.
Mungkin dia marah, tapi dia juga tak menuntutku untuk menggantinya. Hari itu,
untuk pertama kalinya, aku takut berada didekatnya.