Minggu, 27 Mei 2012

Kepompong


Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Sayup ku dengar lagu Sindentosca yang sejak tadi terus dilantunkan oleh adik bungsuku. Sesaat aku tersenyum geli mendengarnya karena terkadang ada beberapa lirik yang adikku salah dalam menyanyikannya. Namun perlahan senyum geli itu berubah menjadi senyum miris, mengingat seperti apa kisah persahabatanku. Pikiranku kini membawaku ke masa beberapa waktu silam, dimana aku masih di kelilingi oleh orang-orang yang aku pikir takkan terpisah jauh denganku.
Masih terekam jelas kenangan-kenangan itu dalam memori ingatanku. Aku masih sangat jelas mengingatnya, dimana kami bukan hanya sebatas berteman tapi kami hampir seperti keluarga. Saat itu kami terus tertawa tanpa pernah terpikir bahwa kami akan terpisah seperti sekarang ini.
Seperti bait lagu tersebut, persahabatan bagai kepompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Andai semua kepompong akan menjadi kupu-kupu, sudah pasti kisah yang ku jalani sangatlah indah. Tapi sayang, kisahku bukanlah kepompong yang berubah menjadi kupu-kupu melainkan kisahku hanyalah sebuah kepompong yang mendapat gangguan. Entah apa gangguan itu. Kisahku juga bukanlah kepompong sutra yang sudah pasti akan diambil oleh manusia dan dijadikan kain sutra yang cantik. Kisahku hanya kepompong biasa kawan, yang tak mampu bertahan melawan badai. Kisahku hanya kepompong kecil yang selalu berandai-andai menjadi kupu-kupu tanpa pernah terlintas sedikitpun pemikiran bahwa tak semua kepompong akan berubah menjadi kupu-kupu. Betapa naifnya aku.
Perlahan air mataku menetes, mengingat betapa indahnya masa silam. Saat kami terus bersama. Satu masalah seolah menjadi masalah kami bersama. Tak ada pikiran sama sekali bahwa masalah-masalah di kemudian harus kami hadapi masing-masing. Sekarang aku mulai mengerti lirik lain dari lagu ini, hal yang tak mudah berubah jadi indah. Semua proses perubahan itu memang menyakitkan dan tak mudah kawan. Sempat beberapa kali aku debat pendapat dengan salah satu dari mereka, tapi saat itu masih ada penengah yang membuat kami memilih menyatukan pendapat. Tapi dimana penengah itu kini, saat kami mulai terpisah.
Dulu kita sahabat teman begitu hangat
Mengalahkan sinar mentari
Aku mendengar adikku mengulang lagunya dari awal, sepertinya dia mulai tau lirik lagu kepompong yang sesungguhnya. Oh, gak akan ada yang tau sehangat apa persahabatan kami kawan. Kami tertawa bersama, telat bersama, dan melakukan semuanya bersama. Kami sering sekali berkumpul di kamarku yang sempit dan panas hanya untuk sekedar melepas penat atau sekedar berkumpul bersama. Tak jarang pula beberapa dari kami nginap bersama tanpa tujuan yang jelas.
Kini kita melangkah berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karena sesuatu
Mungkin ku terlalu bertingkah kejauhan
Namun itu karena ku sayang
Sekarang kami telah memilih jalan masing-masing. Langkah kami kini terpisah, tak lagi beriringan seperti dulu. Entah kapan terakhir kami sejalan, sepertinya aku sudah lupa. Kenangan terakhir yang ku ingat hanya saat salah satu dari kami ultah dan kami merayakannya di kamarku. Saat itu aku pikir kamarku akan terus menjadi saksi bisu kebersamaan kami hingga kami semua lulus. Tapi ternyata itu hanya pemikiranku saja, karena saat ini takkan ada lagi kenangan yang akan kami ukir bersama. Saat ini air mataku mengalir kawan, aku betul-betul merindukan semuanya. Merindukan saat kami tertawa bersama, makan bersama, telat bersama, duduk berdampingan, jalan-jalan bersama.
Kawan, semua  ini membuat pikiranku letih. Aku lelah. Aku lelah bukan karena aku tak mampu tuk mencari teman lain tuk mengubah kepompong menjadi kupu-kupu, tapi aku takut. Aku takut kembali gagal menjadi kupu-kupu. Mungkin bukan itu saja yang membuatku lelah. Aku juga lelah terus berdiri di tempat yang sama. Tahukah kawan, aku tak beranjak sama sekali dari posisiku dan juga sama sekali tak melangkah kearah lain. Aku masih tetap menanti di tempat yang sama. Menanti saat dimana semua sahabatku menemukan jalan buntu dan kembali. Aku gak mau beranjak dari tempatku. Aku takut jika aku mulai perlahan melangkah, aku tak bisa kembali. Aku takut saat aku tak bisa kembali, semua sahabatku justru kembali. Aku masih ingin terus merangkul mereka semua lalu kami mulai kembali berjalan beriringan. Aku masih berharap semua kembali seperti semula kawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar