Persahabatan bagai
kepompong
Mengubah ulat menjadi
kupu-kupu
Persahabatan bagai
kepompong
Hal yang tak mudah berubah
jadi indah
Sayup ku dengar lagu Sindentosca yang sejak tadi terus
dilantunkan oleh adik bungsuku. Sesaat aku tersenyum geli mendengarnya karena
terkadang ada beberapa lirik yang adikku salah dalam menyanyikannya. Namun
perlahan senyum geli itu berubah menjadi senyum miris, mengingat seperti apa
kisah persahabatanku. Pikiranku kini membawaku ke masa beberapa waktu silam,
dimana aku masih di kelilingi oleh orang-orang yang aku pikir takkan terpisah
jauh denganku.
Masih terekam jelas kenangan-kenangan itu dalam memori
ingatanku. Aku masih sangat jelas mengingatnya, dimana kami bukan hanya sebatas
berteman tapi kami hampir seperti keluarga.
Saat itu kami terus tertawa tanpa pernah terpikir bahwa kami akan terpisah
seperti sekarang ini.
Seperti bait lagu tersebut, persahabatan bagai kepompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Andai
semua kepompong akan menjadi kupu-kupu, sudah pasti kisah yang ku jalani
sangatlah indah. Tapi sayang, kisahku bukanlah kepompong yang berubah menjadi
kupu-kupu melainkan kisahku hanyalah sebuah kepompong yang mendapat gangguan.
Entah apa gangguan itu. Kisahku juga bukanlah kepompong sutra yang sudah pasti
akan diambil oleh manusia dan dijadikan kain sutra yang cantik. Kisahku hanya
kepompong biasa kawan, yang tak mampu bertahan melawan badai. Kisahku hanya
kepompong kecil yang selalu berandai-andai menjadi kupu-kupu tanpa pernah
terlintas sedikitpun pemikiran bahwa tak semua kepompong akan berubah menjadi
kupu-kupu. Betapa naifnya aku.
Perlahan air mataku menetes, mengingat betapa indahnya masa
silam. Saat kami terus bersama. Satu masalah seolah menjadi masalah kami
bersama. Tak ada pikiran sama sekali bahwa masalah-masalah di kemudian harus
kami hadapi masing-masing. Sekarang aku mulai mengerti lirik lain dari lagu
ini, hal yang tak mudah berubah jadi
indah. Semua proses perubahan itu memang menyakitkan dan tak mudah kawan.
Sempat beberapa kali aku debat pendapat dengan salah satu dari mereka, tapi
saat itu masih ada penengah yang membuat kami memilih menyatukan pendapat. Tapi
dimana penengah itu kini, saat kami mulai terpisah.
Dulu kita sahabat teman
begitu hangat
Mengalahkan sinar mentari
Aku mendengar adikku mengulang lagunya dari awal, sepertinya
dia mulai tau lirik lagu kepompong yang sesungguhnya. Oh, gak akan ada yang tau
sehangat apa persahabatan kami kawan. Kami tertawa bersama, telat bersama, dan
melakukan semuanya bersama. Kami sering sekali berkumpul di kamarku yang sempit
dan panas hanya untuk sekedar melepas penat atau sekedar berkumpul bersama. Tak
jarang pula beberapa dari kami nginap bersama tanpa tujuan yang jelas.
Kini kita melangkah
berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karena sesuatu
Mungkin ku terlalu
bertingkah kejauhan
Namun itu karena ku sayang
Sekarang kami telah memilih jalan masing-masing. Langkah kami
kini terpisah, tak lagi beriringan seperti dulu. Entah kapan terakhir kami
sejalan, sepertinya aku sudah lupa. Kenangan terakhir yang ku ingat hanya saat salah
satu dari kami ultah dan kami merayakannya di kamarku. Saat itu aku pikir
kamarku akan terus menjadi saksi bisu kebersamaan kami hingga kami semua lulus.
Tapi ternyata itu hanya pemikiranku saja, karena saat ini takkan ada lagi
kenangan yang akan kami ukir bersama. Saat ini air mataku mengalir kawan, aku
betul-betul merindukan semuanya. Merindukan saat kami tertawa bersama, makan
bersama, telat bersama, duduk berdampingan, jalan-jalan bersama.
Kawan, semua ini membuat
pikiranku letih. Aku lelah. Aku lelah bukan karena aku tak mampu tuk mencari
teman lain tuk mengubah kepompong menjadi kupu-kupu, tapi aku takut. Aku takut
kembali gagal menjadi kupu-kupu. Mungkin bukan itu saja yang membuatku lelah.
Aku juga lelah terus berdiri di tempat yang sama. Tahukah kawan, aku tak
beranjak sama sekali dari posisiku dan juga sama sekali tak melangkah kearah
lain. Aku masih tetap menanti di tempat yang sama. Menanti saat dimana semua sahabatku
menemukan jalan buntu dan kembali. Aku gak mau beranjak dari tempatku. Aku
takut jika aku mulai perlahan melangkah, aku tak bisa kembali. Aku takut saat
aku tak bisa kembali, semua sahabatku justru kembali. Aku masih ingin terus merangkul
mereka semua lalu kami mulai kembali berjalan beriringan. Aku masih berharap
semua kembali seperti semula kawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar