Ada satu webtoon yang sangat ku suka. Judulnya Noblesse. Pecinta
webtoon fantasi pasti pernah baca. Di chapter 537, Rai mengatakan kepada Muzaka
“Home. I wish I were home”. Entah
kenapa aku sangat suka kalimat ini dan tiap lelah dengan anehnya kalimat ini
terngiang di kepalaku.
Rumah.
Bagi yang membaca chapter ini, pasti tau banget gimana perasaan Rai waktu ngucapin kalimat ini dan selelah apa dia waktu itu. Waktu baca kalimat ini, entah kenapa mataku tiba-tiba berkaca-kaca dengan alaynya. Maklum ya, aku ini tipe pembaca yang selalu larut sama apa yang dibaca dan seringnya emosiku dipengaruhi sama bacaanku.
Dan saat ini dengan anehnya kalimat ini terus terngiang di
kepalaku dan sekelebat memori saat aku masih jadi anak rantau secara bergantian
menyapaku.
Ah Rai, sepertinya saat ini aku juga rindu “rumah”. Kalau
dulu aku selalu merindukan rumah dimana keluargaku berada, kali ini aku
merindukan rumah dimana banyak sahabatku tinggal.
Rumah dimana aku bisa menangis sepuasnya saat sedang merasa sedih
dan tidak nyaman, rumah yang selalu menjanjikan tawa, rumah yang selalu
menawarkan pelukan saat aku sedang kacau, rumah yang selalu menawarkan
ketenangan saat aku gelisah, rumah yang meski kini pondasinya terus diguncang
kuat oleh badai bernama jarak namun tetap kokoh dan selalu menawarkan
perlindungan. Kali ini aku betul-betul merindukan rumah tersebut.
Aku betul-betul merindukan rumah itu. Rumah dengan lebih
dari 10 penghuni.
Sebenarnya ditempatku berpijak sekarang, aku sudah menemukan
rumah lain. Rumah yang juga menawarkan kenyamanan dan perlindungan. Tapi,
senyaman apapun rumah sekarang, rumah yang selalu menjadi tempatku menangis
sepuasnya dan mendapatkan pelukan tetap selalu hadir dan terus menjadikan diri
sebagai pembanding.
Ah, rumah yang selalu ku rindukan ini tak hanya menawarkan
kedamaian. Percayalah. Di rumah ini ada kalanya kami saling mengkhianati. Ada
kalanya saat satu penghuni membuat masalah, penghuni lain dari rumah tersebut
akan berkerumun mendiskusikan masalah tersebut saat si pemilik masalah sedang
keluar rumah.
Di rumah ini juga penghuninya nggak kompak sama sekali
sebenarnya.
Pernah beberapa kali, satu penghuni rumah tak bertegur sapa
dengan pemilik rumah lain. Lalu apa yang dilakukan yang lainnya? Mereka diam,
menyimak namun tak memihak. Dan saat kedua penghuni tersebut akur, penghuni
lain akan segera berkerumun dengan mereka lalu dengan anehnya melupakan aksi
diam-diaman yang pernah dilakukan dua penghuni lain. Mereka tak tahu saja salah
satu penghuni yang melakukan aksi diam-diaman tersebut nangis dan curhat ke
penghuni lain yang menjadi penyimak.
Kehidupan di rumah ini termasuk aneh sebenarnya.
Bagaimana tidak aneh. Rumah dengan banyak penghuni ini
memiliki banyak karakter yang sangat berbeda. Ada yang pembully, korban bully, pemarah,
tukang iri, judes, gila, sabar, baik, alim, cerewet, pendiam, tukang gosip, tukang
atur, keras kepala, sombong, dan dewasa. Penghuni-penghuni ini ada yang punya
karakter sama dan ada pula yang punya banyak karakter buruk lebih dari satu (yang
nulis contohnya).
Bayangkan saat penghuni-penghuni ini bertemu. Saat si keras
kepala bertemu dengan si tukang atur, bersiaplah penghuni lain untuk menutup
telinga karena malas mendengar perdebatan mereka. Saat si sabar bertemu dengan
si pendiam, si gila akan muncul merusak kedamaian keduanya. Saat si sombong dan
si dewasa bersua, si cerewet dan si keras kepala biasanya akan datang
memperkeruh suasana. Saat karakter tukang gosip muncul, berkerumun lah penghuni
lain. Maklum lah ya, rata-rata penghuni ini punya jiwa tukang gosip di diri
masing-masing.
Hubungan semua penghuni lain di rumah ini juga tak seerat
hubungan persahabatan yang sudah dijalin bertahun-tahun lamanya. Toh pada
dasarnya para penghuni ini awalnya hanya orang asing yang kebetulan berpapasan
dan secara aneh sering dikondisikan untuk terus bersama. Tapi siapa yang sangka
orang-orang asing ini malah jadi seperti keluarga.
Saat semua penghuni rumah ini akhirnya harus berpisah,
anehnya mereka justru saling merindukan. Seringnya mereka saling membagi kisah
dengan bantuan jaringan, meski tak jarang mereka bersua hanya untuk saling
menghina.
Hai para penghuni rumah yang kini berpondasikan jarak dan
beratapkan kenangan, kapan ya kita bisa bertemu lagi, bergosip ria bersama lalu
saling membagi kisah saat kita tak bersama dan diakhiri dengan aksi saling
menghina seperti yang biasa kita lakukan.
Aku merindukan kalian. Sungguh.
Ah ya, saat menulis ini aku sedang lelah dengan banyak drama
dewasa yang dulu kita perjuangkan dan kenangan-kenangan yang pernah kita buat
cukup menjadi penghibur dan pengalih perhatianku dari segenap drama tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar