Senin, 21 September 2020

Home

 

Source : Webtoon


Ada satu webtoon yang sangat ku suka. Judulnya Noblesse. Pecinta webtoon fantasi pasti pernah baca. Di chapter 537, Rai mengatakan kepada Muzaka “Home. I wish I were home”. Entah kenapa aku sangat suka kalimat ini dan tiap lelah dengan anehnya kalimat ini terngiang di kepalaku.

Rumah.

Bagi yang membaca chapter ini, pasti tau banget gimana perasaan Rai waktu ngucapin kalimat ini dan selelah apa dia waktu itu. Waktu baca kalimat ini, entah kenapa mataku tiba-tiba berkaca-kaca dengan alaynya. Maklum ya, aku ini tipe pembaca yang selalu larut sama apa yang dibaca dan seringnya emosiku dipengaruhi sama bacaanku.

Dan saat ini dengan anehnya kalimat ini terus terngiang di kepalaku dan sekelebat memori saat aku masih jadi anak rantau secara bergantian menyapaku.

Ah Rai, sepertinya saat ini aku juga rindu “rumah”. Kalau dulu aku selalu merindukan rumah dimana keluargaku berada, kali ini aku merindukan rumah dimana banyak sahabatku tinggal.

Rumah dimana aku bisa menangis sepuasnya saat sedang merasa sedih dan tidak nyaman, rumah yang selalu menjanjikan tawa, rumah yang selalu menawarkan pelukan saat aku sedang kacau, rumah yang selalu menawarkan ketenangan saat aku gelisah, rumah yang meski kini pondasinya terus diguncang kuat oleh badai bernama jarak namun tetap kokoh dan selalu menawarkan perlindungan. Kali ini aku betul-betul merindukan rumah tersebut.

Aku betul-betul merindukan rumah itu. Rumah dengan lebih dari 10 penghuni.

Sebenarnya ditempatku berpijak sekarang, aku sudah menemukan rumah lain. Rumah yang juga menawarkan kenyamanan dan perlindungan. Tapi, senyaman apapun rumah sekarang, rumah yang selalu menjadi tempatku menangis sepuasnya dan mendapatkan pelukan tetap selalu hadir dan terus menjadikan diri sebagai pembanding.

Ah, rumah yang selalu ku rindukan ini tak hanya menawarkan kedamaian. Percayalah. Di rumah ini ada kalanya kami saling mengkhianati. Ada kalanya saat satu penghuni membuat masalah, penghuni lain dari rumah tersebut akan berkerumun mendiskusikan masalah tersebut saat si pemilik masalah sedang keluar rumah.

Di rumah ini juga penghuninya nggak kompak sama sekali sebenarnya.

Pernah beberapa kali, satu penghuni rumah tak bertegur sapa dengan pemilik rumah lain. Lalu apa yang dilakukan yang lainnya? Mereka diam, menyimak namun tak memihak. Dan saat kedua penghuni tersebut akur, penghuni lain akan segera berkerumun dengan mereka lalu dengan anehnya melupakan aksi diam-diaman yang pernah dilakukan dua penghuni lain. Mereka tak tahu saja salah satu penghuni yang melakukan aksi diam-diaman tersebut nangis dan curhat ke penghuni lain yang menjadi penyimak.

Kehidupan di rumah ini termasuk aneh sebenarnya.

Bagaimana tidak aneh. Rumah dengan banyak penghuni ini memiliki banyak karakter yang sangat berbeda. Ada yang pembully, korban bully, pemarah, tukang iri, judes, gila, sabar, baik, alim, cerewet, pendiam, tukang gosip, tukang atur, keras kepala, sombong, dan dewasa. Penghuni-penghuni ini ada yang punya karakter sama dan ada pula yang punya banyak karakter buruk lebih dari satu (yang nulis contohnya).

Bayangkan saat penghuni-penghuni ini bertemu. Saat si keras kepala bertemu dengan si tukang atur, bersiaplah penghuni lain untuk menutup telinga karena malas mendengar perdebatan mereka. Saat si sabar bertemu dengan si pendiam, si gila akan muncul merusak kedamaian keduanya. Saat si sombong dan si dewasa bersua, si cerewet dan si keras kepala biasanya akan datang memperkeruh suasana. Saat karakter tukang gosip muncul, berkerumun lah penghuni lain. Maklum lah ya, rata-rata penghuni ini punya jiwa tukang gosip di diri masing-masing.

Hubungan semua penghuni lain di rumah ini juga tak seerat hubungan persahabatan yang sudah dijalin bertahun-tahun lamanya. Toh pada dasarnya para penghuni ini awalnya hanya orang asing yang kebetulan berpapasan dan secara aneh sering dikondisikan untuk terus bersama. Tapi siapa yang sangka orang-orang asing ini malah jadi seperti keluarga.

Saat semua penghuni rumah ini akhirnya harus berpisah, anehnya mereka justru saling merindukan. Seringnya mereka saling membagi kisah dengan bantuan jaringan, meski tak jarang mereka bersua hanya untuk saling menghina.

Hai para penghuni rumah yang kini berpondasikan jarak dan beratapkan kenangan, kapan ya kita bisa bertemu lagi, bergosip ria bersama lalu saling membagi kisah saat kita tak bersama dan diakhiri dengan aksi saling menghina seperti yang biasa kita lakukan.

Aku merindukan kalian. Sungguh.

Ah ya, saat menulis ini aku sedang lelah dengan banyak drama dewasa yang dulu kita perjuangkan dan kenangan-kenangan yang pernah kita buat cukup menjadi penghibur dan pengalih perhatianku dari segenap drama tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar