A.
PESTISIDA
Pestisida adalah racun berupa zat kimia,
virus, atau bakteri yang dapat mengendalikan pertumbuhan organisme pengganggu
tanaman pertanian. Dalam penggunaannya, pestisida sangat mudah sehingga
sering menjadi pilihan petani dalam memberantas hama. Pestisida haruslah digunakan secara
hati-hati sebab pestisida bukan saja mematikan hama tanaman tapi juga
mikroorganisme dalam tanah yang berguna, padahal kesuburan tanah bergantung
pada jumlah mikroorganisme di dalamnya (Kusno S, 1992).
Namun bila penggunaannya melebihi dosis yang ditentukan
dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, contohnya: dapat mengakibatkan
keracunan, penyakit kulit, mencemari lingkungan(tanah, udara, dan perairan),
dan munculnya populasi hama sekunder.
Tidak hanya kelebihan dosis, gangguan dapat terjadi bila
petani sering melakukan kontak langsung dengan pestisida. Gangguan tersebut
dapat berupa kanker, hepatitis, gangguan kesadaran, menurunkan jumlah sperma
pada laki-laki, dan gangguan pada syaraf.
Pestisida juga dimaksudkan untuk semua jenis obat
(zat/bahan kimia) pembasmi hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari
serangan serangga, jamur, bakteri, virus dan hama lainnya seperti tikus,
bekicot, dan nematoda (cacing) (Fadhl Insan, 2012).
Walaupun demikian, istilah pestisida tidak hanya
dimaksudkan untuk racun pemberantas hama tanaman dan hasil pertanian, tetapi
juga racun untuk memberantas binatang atau serangga dalam rumah, perkantoran
atau gudang, serta zat pengatur tumbuh pada tumbuhan di luar pupuk.
Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi 6 jenis yaitu:
1.
Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti
belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas
serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap,
dan semut. Contoh: basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat,
diazinon,dll.
2.
Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan
jamur/cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun.
Contoh: tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
Contoh: tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
3.
Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salah satu
contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD
yang menyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu
tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada
tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
4.
Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman
berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang
sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus
hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya:
Warangan.
5.
Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman
berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan
umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada.
Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum
musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas
serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6.
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu
(gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh: ammonium
sulfonat dan pentaklorofenol.
Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1.
Pestisida organik (Organic
pesticide): pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal
dari bagian tanaman atau binatang, misal: neem oil yang berasal dari pohon
mimba (neem).
2.
Pestisida elemen (Elemental
pesticide): pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
3.
Pestisida kimia/sintetis
(Syntetic pesticide): pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.
Pestisida sistemik (Systemic
Pesticide): adalah pestisida yang diserap dan dialirkan ke seluruh bagian
tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya
tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama
agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan
hama. Contoh: Neem oil.
2.
Pestisida kontak langsung
(Contact pesticide): adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila
bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan.
Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini. Contoh:
Sebagian besar pestisida kimia.
B.
DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
Ada beberapa dampak negatif dari
penggunaan pestisida sintetis secara tidak sesuai. Pertama, pencemaran air dan
tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya
dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar. Kedua, matinya musuh alami dari
hama maupun patogen dan akan menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang
jauh lebih berat dari sebelumnya. Ketiga, kemungkinan terjadinya serangan hama
sekunder. Contohnya: penyemprotan insektisida sintetis secara rutin untuk
mengendalikan ulat grayak (hama primer) dapat membunuh serangga lain seperti
walang sembah yang merupakan predator kutu daun (hama sekunder). Akibatnya
setelah ulat grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar tanaman akan diserang
oleh kutu daun. Keempat, kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti
lebah yang sangat serbaguna untuk penyerbukan. Kelima, timbulnya
kekebalan/resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida sintetis (Ekha,
1988).
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
setiap rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya dipertimbangkan secara
seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi efektif terhadap
sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan (Ekha, 1988)
Sebenarnya tidak semua jenis insekta,
cacing (nematode) dan lain-lain merupakan hama dan penyakit bagi tanaman, akan
tetapi racun serangga telah membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini sangat
diperlukan untuk kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan
secara berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan
terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar tanaman akan terkena pencemaran
pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil itu banyak yang ikut terbasmi,
sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi
kegersangan dan kekeringan terjadi (Ekha, 1988).
Apabila
pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk penggunaan
kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus
ditanggung manusia dan alam. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa
mengundang bencana.
Adapun
dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya:
1.
Tanaman yang diberi
pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar,
batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan
pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak
sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu
menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi
yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida
tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air
susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi
(bioakumulasi).
2.
Pestisida yang tidak
dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air
(kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh
organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat
meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan
maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya
bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus
yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung
kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata
burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang
menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika
dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan
terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah.
3.
Ada kemungkinan
munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang
diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya.
Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida
pada makhluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak terkecuali manusia yang
menjadi pelaku utamanya.
C.
UPAYA MENANGGULANGI DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
Pencemaran
tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah
yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada
dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan
metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan
tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari
rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau
tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk
kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan
bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk
penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini,
seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur,
meningkatnya tingkat kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies
tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama (Wikipedia, 2009)
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama (Wikipedia, 2009)
Oleh
karena itu ada beberapa langkah penanganan untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
1. Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk
membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu
in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri
dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi
penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah
itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya
yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar
dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan
off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses
pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,
bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar